Dompu [EDITOR I News] – Terlihat anggun dan memesona dibalut pakaian adat, para peserta mengikuti pawai budaya memperingati hari jadi Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat ke-210 tahun 2025.
Belasan ribu masyarakat dari perkumpulan berbagai suku dan etnis yang berdomisili di Dompu pada hari Sabtu (12/4) tumpah ruah sepanjang satu kilometer dari lapangan Karijawa menuju jalan Soelarno-Hatta.
Mereka berasal dari suku bangsa Minangkabau, Madura, Jawa, Sasak, Bali, dan etnis dari pulau Flores dan Timor yang tergabung kedalam paguyuban Flobamora (Flores, Sumba, Timor, dan Alor). Termasuk masyarakat Dompu mengenakan busana adatnya dan pakaian Muna Pa’a.

Khazanah budaya dari berbagai suku dan etnis di tanah Nggahi Rawi Pahu merupakan potret kerukunan yang tidak tersekat oleh suku, agama, dan ras. Keanekaragaman kultur ini sekaligus memberikan pesan bahwa tanah Dompu daerah yang aman dan terbuka bagi siapapun sehingga tercipta masyarakat yang hoterogen.
Para peserta karnaval berbaur satu dengan lainnya. Mereka antusias memeriahkan hari jadi tanah yang dipijak serta menjunjung kultur dan kearifan lokal masyarakat Dompu.
Bupati Dompu, Bambang Firdaus di tempat star pawai mengatakan, keterlibatan berbagai paguyuban etnis nusantara ini selaras dengan tema hari jadi Dompu yakni Harmoni Dou Lab’o Dana Menuju Dompu Maju.

“Meski berasal dari Minang, Jawa, Madura, NTT, Samawa, Sasak dan etnis lainnya, mereka saat ini merupakan Dou Dompu (Orang Dompu), karena menetap di Dompu,” ujar Bupati.
Terlihat ada yang berbeda tetapi menarik dalam pawai kali ini yang datang dari kecamatan Woja, manakala Camat Woja, Edison diusung menggunakan tandu oleh warganya, layaknya Sultan Kerajaan Dompo (Dompu, red) pada masa silam.
Ini salah satu cara mengingatkan kembali histori budaya, dimana seorang pemimpin jaman kesultanan dihormati dan dijunjung tinggi.
