SUARABBC, Dompu – Dua Apotik di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, terpaksa harus berurusan dengan aparat penegak hukum. Pasalnya, kedua apotik tersebut dilaporkan dalam tindak pidana ke Kejaksaan Negeri Dompu oleh Masyarakat Konsumen Peduli Sehat dan Keadilan (MKPSK) Kabupaten Dompu.
Koordinator MKPSK Sunandar kemukakan, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan, apotik Griya Husada dan Apotik Ramzi didalam kegiatan bisnis penjualan obat ditemukan beberapa jenis obat generik di masyarakat dengan sengaja melampaui harga eceran tertinggi (HET) sebagaimana diatur Pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia : HK.02.02.Menkes/525/2015, tentang eceran tertinggi obat generik. Kedua apotik itu menjual obat tidak sesuai dengan HET yang tertera pada label kemasan obat.
“Sudah jelas mereka juga diduga kuat telah melanggar UU 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 98 tahun 2015 tentang pemberian informasi harga eceran tertinggi Obat. Kasus itu sudah kami laporkan ke Kejari Dompu tanggal 12 Agustus 2019 perihal dugaan tindak pidana,” ungkap Nandar.
Diungkapkan, berdasarkan data dugaan tindak pidana, MKPSK menyimpulkan sementara bahwa diduga kuat Apotik Griya Husada dan Apotik Ramzi telah melakukan penjualan beberapa jenis obat generik di masyarakat dengan sengaja melampaui HET yang diatur pemerintah, terhitung mulai tahun 2015 sejak berlakunya keputusan tentang HET obat oleh menteri Kesehatan Republik Indonesia sampai kurun waktu sekarang tahun 2019.
Diduga juga adanya KKN dan pembiaran, serta lemahnya pengawasan dari BPOM, padahal BPOM punya peraturan nomor 4 tahun 2018 tentang pengawasan terhadap pengelolaan obat, bahan obat, narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian. Namun fakta yang terjadi dapat menimbulkan ruang untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain.
Dampak dari dugaan permasalahan yang timbul menurut MKPSK telah mengakibatkan kerugian keuangan masyarakat/konsumen yang dinilai secara ekonomi ratusan bahkan miliaran juta rupiah akibat selisih harga obat yang seharusnya menurut HET dengan harga penjualan yang dinaikan menyalahi ketentuan yang berlaku selama kurun waktu 2015 – 2019. Dan/atau dugaan terhadap klaim pembayaran BPJS yang bisa ditelusuri lagi lebih lanjut.
Terjadinya dugaan penipuan informasi publik dimana HET obat yang tercantum dalam label obat tidak sesuai dengan nota penjualan yang ada. Selanjutnya adanya praktek kecurangan dalam tata niaga perdagangan obat farmasi, dan terakhir terciptanya ruang untuk memperkaya diri dan orang lain dalam memperdagangkan obat generik yang merupakan obat subsidi pemerintah.