Oleh : Asyari Usman*
Berkali-kali melanggar etik, tapi Firli tidak goyang. Sering dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Firli tetap aman.
Siapa yang berada di belakang Ketua KPK Firli Bahuri? Mengapa dia berani sekali bertindak suka-suka hati?
Pertanyaan yang lebih mendasar lagi ialah, mengapa dia sampai terpilih menjadi ketua KPK? Padahal, menjelang pemilihan ketua pada September 2019, semua pegawai KPK, seribuan orang, jauh-jauh hari menyampaikan kepada DPR dan Presiden Jokowi agar tidak memilih calon pimpinan yang sarat masalah.
Waktu itu, yang dimaksud calon pimpinan yang bermasalah itu adalah Firli Bahuri. Namun begitu, tetap saja DPR Komisi III memilih dia. Kok bisa?
Publik penasaran. Tak mungkin Firli bisa terpilih kalau tidak ada kekuatan besar yang berkeras agar dia ketua KPK.
Di Komisi III, anggota dari PDIP, Masinton Pasaribu, mengawal ketat pemilihan Firli. Setelah mendengar dari panitia seleksi (pansel) bahwa Firli tidak melakukan pelanggaran etik, Masinton bersikeras agar Firli dipilih menjadi pimpinan KPK. Dia mengatakan, justru Firli-lah yang terzalimi.
Firli pun terpilih menjadi salah stau pimpinan KPK. Kemudian terpilih menjadi ketuanya. Dari manuver Masinton bisa terlihat siapa orang kuat yang berada di belakangan Firli.
Berdasarkan laporan sejumlah media online, Firli memiliki kedekatan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Ketika berlangsung uji kelayakan dan kecocokan (fit and proper test atau FPT) untuk pimpinan KPK periode 2019-2023, Firli mengakui bahwa dia pernah bertemu dengan Megawati di sebuah hotel.
Tapi, Firli mengatakan dia tak sengaja berjumpa Mega. Dia diajak oleh temannya, Antam Novambar, yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Kepala Bareskrim Polri.
Kata Firli, pertemuan dengan Mega sifatnya perjumpaan antara dua pribadi. Bukan pertemuan antara Direktur Penindakan KPK Firli Bahuri dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Bagi mantan Kapolda NTB itu, pertemuan ini merupakan sambungan dari kedekatan Firli dengan almarhum Taufiq Kiemas – suami Megawati. Firli mengaku dia sangat dekat dengan almarhum.
“Karena almarhum suami beliau selalu intens dengan saya sejak saya pangkat letnan satu,” kata Firli, ketika menjawab pertanyaan Komisi III DPR yang melaksanakan FPT, sebagaimana ditulis media online, “kumparan”.
Menurut Firli, tidak ada pembicaraan apa pun kecuali yang sifatnya silaturahmi dengan Bu Mega. Firli juga menegaskan bahwa pertemuan itu membahas kordinasi supervisi. Tidak jelas apa maksudnya.
Firli lupa pertemuan dia dengan Megawati pada November 2018 itu bisa saja dipahami sebagai isyarat bahwa jenderal polisi ini siap menjadi orang PDIP. Akhirnya, itulah yang terbukti dalam proses pemilihan ketua KPK pada September 2019. Firli menjadi orang PDIP karena partai inilah yang memperjuangkannya.
Ada kesan PDIP perlu menguasai KPK lewat Firli. Lembaga ini memang sangat strategis. Terutama dalam kaitan dengan fakta bahwa kader Banteng banyak yang terkena kasus korupsi.
Perlunya Bu Mega pada KPK sama seperti perlunya Bu Ketum pada Kejaksaan Agung. Jaksa Agung ST Burhanuddin disebut sebagai orang PDIP. Dia adalah adik TB Hasanuddin, politisi terkemuka PDIP. PDIP membantah. Tapi bantahan ini sama seperti perokok yang mengatakan dia tidak merokok.
Dua mesin penegakan hukum yang krusial ini, KPK dan Kejaksaan Agung, sangat perlu ramah pada PDIP. Sebab, kader Banteng banyak yang menjadi menteri, gubernur dan bupati-walikota.
Apa indikasi lainnya bahwa Firli adalah orang Megawati? Soal Harun Masikhu, politisi PDIP, bisa disebut sebagai bukti. KPK tidak berhasil menangkap Masikhu yang menghilang lebih tiga tahun. Publik tak percaya Masikhu bisa bersembunyi begitu lama.
Sekarang Anda percaya yang mana: Masikhu jago menghilang atau Firli paham bahwa Masikhu tidak boleh memberikan kesaksian karena bisa menyebabkan bencana besar di PDIP.
*Wartawan Senior Freedom News