Oleh : Asyari Usman*
Puan Maharani (PDI-P) akan bertemu AHY (Demokrat). Jagad politik geger. Apakah itu serius? Sangat. Para sekretaris jenderal kedua partai berjumpa di kawasan Blok M, Jakarta, Minggu (11/6/2023). Mereka membahas rencana pertemuan dua politisi muda itu.
Puan adalah personifikasi Bu Megawati Soekarnoputri. Sedangkan AHY adalah personifikasi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sangat tak masuk akal Bu Mega bisa akur dengan SBY. Mereka berseteru sejak SBY menang pilpres 2004. Kedua politisi kawakan ini adalah “pemilik” PDI-P dan Partai Demokrat.
Perlu dipahami bahwa perjumpaan Puan dan AHY, jika betul terlaksana, pada hakikatnya adalah pertemuan antara Bu Mega dan SBY. Itulah sebabnya berita ini mengguncang dunia politik Indonesia. Ini nanti bukan pertemuan biasa.
Para pengamat politik pun harus membuka kembali teori-teori politik konvensional khas Indonesia yang mereka pahami selama ini. Mana mungkin dua seteru bebuyutan duduk semeja membicarakan perdamaian?
Dalam tesis normal memang tak mungkin. Tapi, Indonesia hari ini, Indonesia era Presiden Jokowi, tidak dalam kondisi normal. Semua abnormal. Kebanyakan politisi dilanda penyakit lupa diri. Kecuali segelintir saja, Yang segelintir itu termasuklah Bu Mega dan SBY.
Kalau dilihat dari siapa yang memulai, maka tanda tanya terbesarnya ada di pihak Bu Mega. Apa gerangan yang terjadi? Mengapa Bu Mega merasa perlu mencairkan hubungan dengan Pak Beye?
Dalam situasi abnormal, maka normalisasi hubungan Bu Mega dengan SBY haruslah dibaca secara abnormal juga. Kalau bacaan normal, tentu pertemuan ini soal koalisi pilpres 2024. Paling-paling orang bilang Bu Mega juga ikut dalam upaya penjegalan Anies Baswedan.
Teori menjegal Anies ini memang pas dengan tawaran kepada AHY sebagai cawapres untuk Ganjar. Tawaran yang membangkitkan nafsu. Dan kalau Demokrat bergabung ke koalisi Ganjar, maka tiket Anies pun terancam batal.
Tapi, apakah itu tujuannya? Tidak! Pertemuan Puan-AHY bukan manuver biasa. Bu Mega sedang menunjukkan kenegarawannnya. Jauh di balik dugaan penjegalan Anies itu, Bu Mega malah terlihat ingin memuluskan jalan Anies.
Dengan “menggoda” Demokrat, termasuk tawaran cawapres untuk AHY, Bu Mega bermaksud memberikan isyarat kepada Jokowi agar mendisiplinkan KSP Moeldoko. Sekaligus memberikan aba-aba kepada Mahkamah Agung (MA) supaya tidak mengabulkan PK Moeldoko. Sebab, Demokrat akan masuk koalisi Ganjar.
Maka, selamatlah Demokrat dari pembegalan. Setelah itu, Bu Mega akan mengatakan bahwa dia dan PDI-P belum mencapai titik temu dengan Demokrat. Partai Pak Beye pun tak jadi bergabung mendukung Ganjar. Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) akhirnya tetap utuh dan solid. Anies pun mulus menuju pilpres 2024.