Oleh : Asyari Usman*
Bisakah pilpres, termasuk pencapresan, berjalan tanpa kisruh? Sangat bisa. Tidak perlu ada ketegangan apalagi saling caci, merasa dikhianati, dan tanpa cawe-cawe maupun intervensi kekuasaan.
Celakanya, untuk pencapresan, hari ini parpol-parpol terpaksa intip-mengintip. Melakukan lobi-lobi yang sampai merendahkan martabat sesuatu parpol. Bahkan terpaksa main seruduk, sembunyi-sembunyi, melakukan pembegalan, hingga transaksi beli parpol.
Inilah dampak buruk presidential threshold (PT) 20% yang dipaksakan oleh parpol-parpol besar —utamanya PDIP yang mau menang sendiri. Batas minimal 20 persen jumlah kursi parlemen untuk mengajukan capres, sekarang menyebabkan gontok-gontokan.
Kalau PT ini tidak ada, dipastikan tidak akan terjadi kekacauan. Tidak perlu rusak hubungan SBY dan AHY dengan Surya Paloh dan Anies Baswedan. Beginilah akibat buruk PT-20%. Hanya PDIP yang bisa maju sendiri tanpa koalisi. Yang lain-lain harus bermitra. Proses mencari mitra inilah yang diganggu oleh Jokowi.
Dia ingin terus berkuasa lewat salah satu presiden boneka yang dia siapkan. Untuk tujuan inilah PT-20% diciptakan.
PT mungkin bisa berjalan tanpa masalah jika Jokowi tidak melakukan intervensi. Tapi apa yang terjadi? Jokowi malah blak-blakan tidak akan netral di pilpres 2024. Jokowi ikut mengatur siapa yang harus berkoalisi dengan siapa dan siapa capresnya. Agar tujuan dia tercapai.
Jokowi tidak ingin ada Anies di pilpres. Karena itu, dia lakukan segala cara untuk menggagalkan pencapresan mantan gubernur DKI itu.
Prahara Cak Imin merupakan dampak dari upaya Jokowi menjegal Anies. Ini semua gara-gara pembatasan PT yang dicawe-cawe oleh para penguasa.
Terus, mengapa Jokowi melakukan ini? Karena dia tidak rela Indonesia berubah menjadi baik dan maju. Jokowi tidak ingin rakyat merasakan keadilan. Dia tidak berkeberatan korupsi berlanjut dan semakin parah.
Jokowi tidak peduli carut-marut penegakan hukum. Dia ringan saja melihat ketidakadilan. Dia tak menghiraukan kesulitan hidup rakyat miskin.
Anies dalam posisi presiden akan membalikkan ini semua, insyaAllah. Dia memiliki modal besar berupa integritas dan tekad yang kuat. Anies sudah buktikan itu di DKI Jakarta.
Berbeda dengan misi Jokowi. Satu-satunya yang dilayani Jokowi adalah para taipan —asing maupun domestik— penguras kekayaan alam Indonesia. Mereka itulah oligarki yang menyusahkan kehidupan rakyat.
Jokowi menyediakan jalan mulus untuk mereka. Dia siapkan perangkat perundang-undangan yang membuat mereka mudah mengeruk habis sumber daya alam (SDA) negara ini. Omnibus Law dan UU Minerba menjadi pintu kesewenangan bagi para taipan jahat.