EDITOR, Dompu – Usai kericuhan dan perusakan fasilitas negara diruang sidang utama DPRD Dompu, Nusa Tenggara Barat dalam unjuk rasa penolakan disahkannya UU Omnibuslaw dan Ciptaker oleh elemen yang menamakan diri Kesatuan Masyarakat Dompu (KMD) Kamis, 8 Oktober 2020, mantan ketua DPRD Dompu periode 2014-2019 Yuliadin Bucek angkat bicara.
Dirinya sangat mengapresiasi demonstrasi puluhan massa dari elemen KMD karena hal tersebut dilindungi UU, dan memberikan ruang kontrol masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
Namun, Bucek menyayangkan timbulnya kericuhan terlebih perusakan aset DPRD berupa meja, kursi, dan microfon sidang di ruang sidang utama.
Menurutnya, tindakan anarkis massa aksi bisa tidak terjadi kalau aparat dalam hal ini Polisi bergerak lebih cepat untuk menghalau atau mengantisipasinya. “Jika dilihat dari jumlah massa aksi hanya puluhan orang, sementara anggota Polisi juga banyak dengan persenjataan lengkap. Sehingga tidak mungkin aset negara dirusak. Kalau massa sampai mengobrak abrik begitu, keberadaan Polisi betul-betul lengah,” kritik dia.
Dia berpendapat, kejadian yang menimpa DPRD sebagai lembaga publik yang strategis merupakan cerminan bahwa sudah tidak ada lagi rasa aman.
“Di DPRD saja dengan ruang lingkup sangat kecil aparat sudah kecolongan, bagaimana menghadapi Pilkada Dompu yang lebih dinamis dan strategis politiknya,” Bucek menyesalinya.
Kemudian dia membandingkan kondisi DPRD dulu ketika dia masih aktif sebagai ketua DPRD, kondisi yang sangat stabil menurutnya. “Waktu jaman saya ketua DPRD, tidak ada dinamika keamanan di DPRD yang kebablasan seperti saat ini,” tuturnya kepada Editor melalui sambungan telepon.
Terakhir Bucek menyampaikan, insiden selama demo menolak Omnibuslaw di DPRD menunjukan bahwa Kapolres Dompu tidak mampu dan tidak cakap didalam menjaga dan mengendalikan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Oleh sebab itu tegas dia, wajib hukumnya Kapolda NTB mencopot Kapolres Dompu AKBP Syarif Hidayat dari jabatannya. “Kapolda harus copot Kapolres Dompu, kalau tidak, berarti kinerja Kapolda setali tiga uang dengan bawahannya,” pungkas mantan aktivis itu.