Oleh : Asyari Usman*
Mau disebut Mahkamah Keluarga, tidak salah. Mau dikatakan Mahkamah Kepentingan, bisa juga.
Hari ini Ketua dan para hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) mempertontonkan martabat terendah mereka. Yaitu, pengecut dan bersandiwara. Tidak berani tegas memutuskan gugatan terhadap batas usia capres-cawapres.
Mereka membuat rangkaian putusan yang seolah menjunjung konstitusi UUD 1945. Padahal, mereka merekayasa kepura-puraan yang tujuannya hanya satu, yakni untuk membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka ikut pilpres 2024.
Ada banyak pihak yang menggugat. Dua yang terkemuka diantaranya adalah PSI (Partai Solidaritas Indonesia) dan Partai Garuda. Gugatan kedua parpol ini ditolak.
Tetapi, Ketua MK Anwar Usman (adik ipar Jokowi) dan para hakim lainnya mengabulkan gugatan mahasiswa UNS Solo, Almas Tsaqibirru. Singkatnya, pasal 169 huru q UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilu tetap membatasi usia minimal capres-cawapres 40 tahun. Tetapi kalau orang itu berpengalaman menjadi kepala daerah boleh ikut pilpres walaupun belum 40 tahun.
Ini jelas dimaksudkan untuk Girban. Tak bisa dibantah sandiwara tulen di MK yang pertahankan batas usia 40 tahun tetapi memberikan jalan kepada yang punya pengalaman sebagai kepala daerah. Sandiwara untuk memuluskan jalan Gibran ikut pilpres.
Indonesia betul-betul menjadi ajang permainan elit politik dan eilit taipan jahat. Jokowi bisa mengatur apa saja yang dia dan taipan inginkan.
Logis saja. Untuk siapa frasa “berpengalaman menjadi kepala daerah meskipun belum 40 tahun” itu? Bukan untuk Gibran? Apakah ada manusia waras yang mengatakan putusan MK ini bukan untuk Gibran?
Seharusnya Ketua MK gentleman saja. Tidak usah berputar-putar untuk membukakan jalan bagi Gibran. Menolak penurunan batas usia, tetapi membolehkan orang yang sedang menjadi kepala daerah atau pernah menjadi kepala daerah.
Ini jelas sandiwara hukum. Ketua MK Anwar Usman tidak bisa mengelak kalau dituding sebagai sutradara sandiwara ini. Memuakkan. Menjijikkan sekali. Anda menghina akal sehat publik.
Anda pengecut, Pak Ketua MK. Putuskan saja batas usia menjadi 35 tahun. Tidak usah malu-malu berbuat untuk Gibran. Tidak perlu berbelit-belit dengan frasa “pengalaman sebagai kepala daerah” segala. Mengapa harus berbasa-basi?
Anda tidak hanya bersandiwara dengan kepura-puraan, Pak Ketua. Tapi Anda sekarang malah memunculkan masalah baru.
Apa masalah baru itu? Bahwa putusan Anda ini mendiskriminasikan orang-orang di bawah 40 tahun yang sangat berpotensi tapi tidak punya pengalaman sebagai kepala daerah.