‘Seakan kiamat, letusan Gunung Tambora mengubur peradaban di Sumbawa. Kerajaan Tambora dan Pekat musnah’
Editor – Baru sehari masuk bulan Jumadilawal. Subuh tak kunjung benderang tatkala petaka menyembur dari dalam Tanah Bima. Seakan meriam perang tengah diletuskan. Batuan dan hujan abu seperti dituang. Tiga hari dua malam tak berkesudahan.
Ketika tiba terang, tampaklah rumah dan tanaman rusak seperti diterjang perang. Gunung Tambora telah membawa tamat bagi dua negeri : Tambora dan Pekat.
Dari penuturan naskah Bo’ Sangaji Kai itu bisa dibayangkan letusan Gunung Tambora seakan kiamat khususnya bagi Kerajaan Tambora dan Pekat. Penyebabnya, menurut naskah itu akibat tindakan jahat Sultan Tambora, Abdul Gafur. Malapetaka baru berakhir berkat orang bersembahyang. Namun, kemelaratan, kelaparan, dan penyakit tak bisa tertolong.
Orang mati bergeletakan di jalan. Mereka tidak dikubur, tidak pula disembahyangkan. Mayatnya menjadi santapan burung, babi, dan anjing.
Andai tidak datang pedagang dari luar, penduduknya pasti habis, mati kelaparan. Para pedagang datang dari pulau-pulau sekitar. Mereka ada orang Arab, Tionghoa, dan Belanda. Beras, gula, susu, jagung, kacang kedelai yang mereka bawa ditukar dengan piring, mangkok, kain tenun, senjata, barang emas dan perak, sereh, gambir, serta budak.
Penelitian membuktikan amukan Gunung Tambora terjadi pada April 1815. Igan Sutawidjaja, peneliti dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia menjelaskan, terjangan awan panas yang menggempur hampir sekeliling Gunung Tambora pertama kali terjadi pada 10 April 1815.
Dampak terdahsyat dirasakan mereka yang bermukim di barat, selatan, dan utara gunung. Selain Tambora dan Pekat, Kerajaan Sanggar juga lebur diterjang awan panas mencapai 800°C.
“Ke timur, ke arah Sanggar tidak begitu besar. Jadi, raja Sanggar masih bisa menyelamatkan diri dan pindah ke Sanggar sekarang,” kata Igan dalam diskusi daring berjudul “Jejak-jejak Peradaban Tambora : Secercah Harapan di Balik Bencana” yang diselenggarakan Balai Arkeologi Bali.
Sebelum musnah, kerajaan-kerajaan di wilayah Semenanjung Sanggar itu sempat mengalami kemakmuran. Menurut I Made Geria, kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), dalam Menyingkap Misteri Terkuburnya Peradaban Tambora, penelitian arkeologi memunculkan dugaan bahwa warga kerajaan-kerajaan itu telah membangun peradaban yang tinggi.
“Peristiwa itu bisa dibayangkan sebagai sebuah peristiwa kiamat di wilayah Tambora sendiri dan penelitian juga sudah membuktikan bahwa wilayah Tambora luluh lantak,” tulis I Made Geria.