Pengaruh Majapahit dan Gowa-Tallo
Pada pertengahan abad ke-17, sumber lontara Makassar menyebut Tambora dan Pekat memiliki kedudukan khusus dalam pemerintahan negeri-negeri Pulau Sumbawa.
Sonny C. Wibisono, peneliti Puslit Arkenas, dalam Bencana & Peradaban Tambora 1815, menunjukkan peta tahun 1659 koleksi KITLV yang memuat gambaran wilayah Tambora dan Pekat. Peta ini termasuk salah satu dokumen Barat awal tentang wilayah itu.
Bila mundur lagi ke masa lampau, sejumlah kerajaan di wilayah Sumbawa sudah dikenal sejak Raja Hayam Wuruk memerintah Majapahit. Dalam naskah Negarakertagama disebutkan negeri Dompo, Sang Hyang Api, dan Bima.
Menurut I Made Geria, kemungkinan ketiga kerajaan itu terkena pengaruh Majapahit. Kendati dalam catatan sejarah hanya Dompo yang ditaklukkan Majapahit di bawah komando Mpu Nala.
Ketika Majapahit jatuh, kerajaan-kerajaan di Sumbawa menjadi negeri-negeri mandiri yang selanjutnya berada di bawah pengaruh Kesultanan Gowa-Tallo di Makassar pada abad ke-17.
“Negeri ini berada di bawah penguasaan Makassar, khususnya dipimpin oleh para pangeran,” tulis Sonny.
Sejak itu, Tambora diwajibkan membayar upeti dan menyediakan 40 budak. Demikian pula Pekat, pelabuhan yang sebelumnya di bawah Dompu.
“Ketika Raja Rigaukanna atau Ala’uddin dari Goa menundukkan Sumbawa, Pekat diserahkan kepada Karaeng Maroanging. Rajanya selain harus memasok 20 budak ke Makassar, juga membayar upeti dengan tenun kain yang mereka buat,” tulis Sonny.
Tempat Persinggahan
Hubungan perdagangan dengan Pulau Jawa dan kawasan barat Nusantara terus berlangsung meskipun Majapahit tak lagi berpengaruh. Pelaut Portugis, Tome Pires dalam Suma Oriental, menyebut kapal-kapal dari Malaka dan Jawa yang berlayar ke Maluku untuk mencari rempah-rempah singgah di Bima. Mereka berdagang, mengambil air minum dan bahan makanan.
Hubungan pelayaran-perdagangan itu menjadikan Bima salah satu bandar terpenting di kawasan Nusa Tenggara, kendati sudah terjadi sejak era Majapahit. Lokasi bandarnya di Teluk Sape dan Teluk Bima. Pada masa berikutnya, Bima berkembang menjadi pusat penyiaran Islam berkat letak geografisnya yang merupakan jalur lintas perdagangan.
Keadaan itu juga membawa keberuntungan bagi Tambora, Pekat, dan Sanggar. Suplai komoditas dari kerajaan-kerajaan kecil itu ke Bima semakin lancar.
“Ketiga kerajaan kecil ini mempunyai akses ke jalur lintas laut yang selalu dilalui para pedagang dari luar apabila menuju bandar Bima,” tulis I Made Geria. “Kerajaan di sekitar Bima memiliki peran strategis yang mendukung perdagangan Bima.”