Oleh : Asyari Usman*
Sudah dua pekan berlalu. Inilah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang paling ngawur. Yaitu, boleh kampanye pemilu di fasilitas pemeritah dan fasilitas pendidikan. Putusan ini dipastikan akan menguntungkan pemegang kekuasaan.
Komisi Perlindugna Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan putusan ini. Sylvana Apituley, komisioner KPAI, mengatakan sekolah adalah tempat penyemaian nilai-nilai kemanusian. Karena itu harus bebas dari kepentingan politik pribadi maupun kelompok. Namun, MK tidak peduli.
Herannya, mengapa MK tetap melarang kampanye di rumah ibadah? Ada apa? Kenapa tidak diizinkan sekalian kampanye di semua tempat ibadah?
Jawabannya, karena MK tahu masjid tidak akan bisa diarahkan untuk Ganjar Pranowo atau untuk Prabowo Subianto saja. Andaikata mereka hitung masjid bisa dipaksa untuk kampanye Ganjar atau Prabowo saja, pastilah MK akan mengizinkannya.
MK punya kalkulasi politik. Dan memang lembaga penegak hukum ini, dan juga lemabaga-lembaga penegak hukuman lainnya, semua sudah dikooptasi oleh Jokowi untuk kepentingan politik dan kepentingan pribadinya.
Kalkulasi politik MK itu ialah bahwa diperkirakan sebagain besar masjid di Indonesia akan lebih nyaman mengakomodasi kampanye Anies Baswedan. Jadi, inilah faktor yang melahirkan putusan MK untuk tetap tidak membolehkan rumah ibadah –utamanya masjid– sebagai tempat kampanye.
Bagaimana dengan putusan MK yang memboleh fasilitas pemerintah dan fasilitas pendidikan sebagai tempat kampanye? Jawabannya, putusan ini sengaja didesain untuk mendukung cawe-cawe Presiden Jokowi. Sejauh ini, Jokowi hanya menginginkan Ganjar dan Prabowo yang ikut pilpres 2024. Tapi, kelihatannya Anies Baswedan tak terbendung untuk ikut kontestasi.
Karena itu, rezim mengatur agar kampanye Anies nantinya terbatas. Tidak punya banyak tempat bagi dia dan tim kampanyenya, kelak. Di masjid tidak boleh. Sementara di fasilitas pemerintah dan fasilitas pendidikan hampir pasti Anies atau timnya akan kesulitan untuk mendapatkan izin. Apalagi ada syarat bahwa untuk kampanye di fasilitas pemerintah dan fasilitas pendidikan harus diundang oleh penguasa dari kedua jenis fasilitas itu.
Nah, mana mungkin penguasa fasilitas pemerintah dan fasilitas pendidikan akan mengundang Anies? Mana ada rektor, kepala sekolah, kepala kantor dan sebagainya yang berani mempersilakan Anies atau tim kampanye beliau? Pasti tidak akan ada yang berani.
Sebaliknya, mereka hanya akan mengundang Ganjar dan Prabowo saja. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dipastikan akan mengarahkan semua kepala daerah, bupati/walikota/gubernur, terutama yang berstatus “pelaksana tugas” (Plt), agar mengundang Ganjar dan Prabowo maupun tim kampanye mereka untuk menggunakan fasilitas pemerintah dan fasilitas pendidikan mana saja yang mereka perlukan.