Kepala Seksi Distribusi Pangan Asyadat, S.P., mewakili Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kabupaten Dompu yang ikut langsung di lapangan menjelaskan, tupoksi ketahanan pangan berada pada pemantauan harga dan distribusi ketersediaan pasokan pangan ditingkat pasar dan produsen.
Dalam konteks tinjauan lapangan hari ini, ditemukan masalah konten yang tertera pada kemasan yang tidak sesuai kualitas isi dalam kemasan, dan hal itu akan berimplikasi pada harga. Oleh karena semua kemasan beras yang diproduksi tertera beras SUPER, maka identik dengan kualitas PREMIUM. “Patut diduga isi dan kualitas beras dalam kemasan tidak sesuai dengan label kemasan atau dengan kata lain beras berkualitas MEDIUM dikemasi kemasan PREMIUM,” kata Syadat.
Dari aspek harga tidak dipermasalahkan, masih dalam kewajaran jika sesuai dengan label, dan alur distribusi juga tidak masalah. Hal lainnya ketersediaan dan stok dari tingkat produsen hingga pasar masih surplus dan tersedia.
Sukaemi, S.Pt., Kepala Seksi Harga Pangan dari DKP menjelaskan, substansi yang paling penting ada pada kewenangan Disperindag, mulai dari ijin pengadaan, distribusi, hingga ijin kemasan. Dan atau ijin ijin lain terkait perusahaan.
Dari tinjauan lapangan itu, Kabid Perdagangan mewakili Dinas Perdagangan Kabupaten Dompu Iskandar mengatakan kemasan para produsen menyalahi ketentuan, dan tidak berizin resmi. “Produsen harus segera mengurus izin kemasan,”.
Sedangkan soal kalibrasi alat timbang atau alat ukur, Iskandar mengingatkan para pengusaha wajib melakukannya sekali dalam setahun, karena itu perintah UU.
Ia kemudian mengungkapkan, pada tahun 2017 pernah memberikan surat himbauan atau peringatan kepada para pengusaha untuk mengurus izin kemasa.
Pihaknya belum bisa melakukan kalibrasi karena terkendala anggaran dan tenaga. “Kita kekurangan tenaga dan biaya untuk melakukan tera ulang,” jawabnya singkat.
Ketua Komisi III dari Ikhwayuddin Boy yang memimpin inspeksi itu mengatakan pihaknya menemui kemasan yang tidak berizin dan kalibrasi yang dilanngar. Ujarnya, kemasan beras yang ada tidak sesuai ketentuan yang berlaku, karena tidak mencantumkan siapa produsennya, dimana alamatnya, jenis varietas dalam material kemasan, standar SNI (Terregister atau tidak?), label halal dari MUI, nomor registrasi produksi, dan nomor dan label dari BPPOM atau LPPOM. “Ini sudah masuk ranah kejahatan, karena mereka (produsen) tidak mau tunduk terhadap ketentuan yang berlaku, apalagi dalam temuan ada kemasan yang berbahasa inggris, ini pelanggaran kedaulatan Negara,” tegas dia.