SUARABBC, Dompu – Sebanyak 153 siswa lulusan tahun 2019 SMP Negeri 2 Dompu, Nusa Tenggara Barat, terancam tidak bisa keluar membawa Surat Keterangan Hasi Ujian (SKHU) lantaran diwajibkan oleh sekolahnya untuk menyetor uang sebesar 100 ribu rupiah. Ironisnya, jika siswa tidak membayar dugaan pungli 100 ribu itu, maka siswa yang ingin mengambil SKHU akan dipulangkan.
Salah seorang siswa yang tidak ingin disebut namanya mengakui dirinya sudah mengambil SKHU tapi dengan menyerahkan uang 100 ribu rupiah. Alasan sekolah ujar siswa tersebut untuk sampul rapor. “Iya, untuk sampul rapor”, jawab nya singkat.
Kepala Sekolah SMP 2 Dompu Effendi, yang ditemui membenarkan pihaknya melakukan pungutan sebesar 100 ribu rupiah kepada siswa kelas 9 yang telah lulus ujian, yang akan mengambil SKHU. Pungutan itu alasan dia diperuntukkan untuk sampul rapor dan lahan parkir sekolah.
Diakuinya bahwa pungutan tidak dibenarkan satu rupiah pun, namun dirinya berdalih sebelum ujian kemarin hal tersebut sudah disampaikan ke orang tua siswa atau wali melalui rapat komite, bahwa pihaknya akan menarik 100 ribu per siswa dan tidak sifatnya memaksa. “Ada notulen rapat nya, dan sifatnya tidak memaksa,” ujar Effendi.
Alasan lainnya, pungutan serupa sudah berlangsung pada tahun-tahun sebelumnya.
Disebutkan, sudah 70 orang siswa yang mengambil SKHU dari 223 orang siswa, dan sisanya masih akan ditunggu sampai minggu depan. “Saat ini uang yang terkumpul dari hasil pungutan sebesar 7 juta rupiah, sementara sisanya akan menyetor dalam minggu-minggu ini. Batasnya sampai hari Sabtu pekan, mengingat pendaftaran siswa baru SMA minggu depan, maka kita tunggu sampai pekan depan,” terang dia, Selasa, 18 Juni 2019.
Disinggung apakah dana biaya operasional sekolah (Bos) di sekolahnya tidak mampu membiayai pengadaan sampul raport dan pembangunan tempat parkir? Dia menjawab, dana bos yang ada di sekolahnya tidak cukup untuk membiayai kebutuhan lainnya. Sebab kata dia, selama ini lebih difokuskan untuk membiayai kebutuhan yang tertuang dalam juklak dan juknis penggunaan dana bos tersebut termasuk gaji para guru dan pegawai TU yang jumlahnya sangat banyak di sekolah nya.
“Jumlah dana Bos di sekolah ini hanya sebesar RP 600 Juta per tahun. Dan jumlah ini belum mampu menutupi kebutuhan di sekolah ini, itulah alasan kenapa kami melakukan penarikan uang dari para siswa dalam bentuk permintaan sumbangan,” paparnya.
Sementara Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Dompu H. Ichtiar yang dimintai komentar dengan tegas menyatakan tidak boleh ada penarikan dengan alasanpun terhadap siswa. “Saya tekankan sekolah tidak boleh menarik biaya apapun dari para siswa. Kalau itu dilakukan, maka itu sifatnya pelanggaran,” tegas.