SUARABBC, Dompu – Lima orang terdakwa kasus mutilasi di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Mataram, setelah mereka ajukan upaya banding.
Kepala Kejaksaan Negeri Dompu melalui Kasi Pidana Umum Catur Hidayat Putra, Jum`at, 18 Januari 2018 mengakui pihaknya sudah menerima relas putusan dan putusan lengkap dari Pengadilan Tinggi Mataram terkait tiga perkara mutilasi yang disidangkan di PN Dompu beberapa bulan yang lalu, dimana dalam putusan tersebut 5 terdakwa kasus mutilasi dihukum mati oleh majelis hakim PT. Mataram. “Putusan bandingnya alhamdulillah sudah turun, dimana ada dua perkara yang dihukum mati dan satu perkara dihukum pidana 8 bulan penjara.
Kelima terdakwa dimaksud adalah AM alias AN (Dusun Lapangan, Desa Bara, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu), SY alias RA (Dusun Campa, Desa Bakajaya, Kecamatan Woja), HE alias RI ((Dusun Campa, Desa Bakajaya, Kecamatan Woja), dengan nomor putusan 65/PID/2018/PT.MTR, kemudian IR (Dusun Campa, Desa Bakajaya, Kecamatan Woja), dan SU (Dusun Soriutu, Desa Soriutu, Kecamatan Manggelewa), dengan nomor putusan 66/PID/2018/PT.MTR. “Mereka dihukum mati oleh majelis,” terang Jaksa Yabo, panggilan Kasi Pidum tersebut. Selain 5 terdakwa, majelis PT. Mataram juga menghukum terdakwa US selama 8 bulan penjara. Untuk diketahui, terdakwa IR, HE alias RI, dan SY alias RA, mereka merupakan 3 bersaudara anak dari terdakwa US.
Yabo menjelaskan, sebelumnya dalam sidang di PN Dompu beberapa bulan yang lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 6 terdakwa pelaku mutilasi dengan hukuman seumur hidup, dimana dalam tuntutan mereka dijerat dengan pasal 340 KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dan dalam putusannya, PN Dompu sepakat dengan dengan pertimbangan analisa yuridis JPU dan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, dimana PN Dompu menjatuhkan penjara seumur hidup terhadap para terdakwa.
Sementara untuk putusan PT 8 bulan terhadap US, pihaknya sejak awal persidangan sudah yakin sampai pembacaan tuntutan bahwa US juga terlibat bersama sama melakukan rencana membunuh para korban. “Kami sudah yakin sejak awal, makanya kami jerat dengan pasal 340 Jo 55 KUHP dengan tuntutan penjara seumur hidup, Cuma karena pendapat berbeda ditingkat PT, tapi kami pasti akan upaya hukum,” tegas dia. “Karena keyakinan kami dan fakta persidangan bahwa terdakwa US sama seperti perkara lainnya yakni tuntutan seumur hidup terhadap terdakwa lainnya, kami tuangkan keyakinan kami dan fakta persidangan dalam analisa yuridis kami, kami pasti ajukan kasasi,” tegas Yabo kembali.
Ditambahkannya, setelah upaya hukum kasasi, ada upaya hukum peninjauan kembali atau PK yang dapat dilakukan apabila nanti terdakwa atau JPU merasa apabila nanti putusan kasasi dari MA tidak diterima atau belum sesuai.
Mengenai proses eksekusi terhadap para terdakwa, Yabo mengakui belum bisa memutuskanya, karena mereka para terdakwa dan dan Penuntut Umum (PU) masing-masing mempunyai hak melakukan upaya hukum seperti kasasi dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA). Selain itu, para terdakwa juga memiliki upaya hukum lainnya yaitu grasi, untuk meminta pengampunan.
Jika seandainya para terdakwa tidak mengajukan upaya hukum yang lebih tinggi, Yabo kembali mengatakan belum bisa menyimpulkan apapun untuk proses eksekusi, karena akan segera melaporkan ke pimpinan dan pimpinan akan melaporkan ke pimpinan yang lebih tinggi dan itu lintas koordinasi seperti apa nantinya.
Dia mengulang kembali, spesifik terhadap terdakwa US, pihaknya akan mempelajari dulu pertimbangan majelis hakim sehingga memutus terdakwa 8 bulan dan pasal yang dikenakan berbeda dengan keyakinan pihaknya. “Yang jelas kami akan mempertajam analisa-analisa yuridis kami sesuai fakta persidangan yang kami tuangkan, kami akan mempertajam analisa yuridis kami,” ujarnya.
Diakui Yabo, hukuman mati dalam kasus mutilasi ini merupakan hukuman mati yang pertama dalam sejarah tindak pidana di wilayah hukumnya, sebelumnya tidak pernah terjadi.
Sidang pembacaan putusan di tingkat pertama (PN Dompu) untuk kasus tersebut dilakukan pada tangga 25 Oktober 2018.
Dalam pertimbangannya, sidang yang dipimpin langsung Ketua PN Dompu Toniwidjaya Hansberd Hilly mengatakan, hal-hal yang memberatkan para terdakwa adalah perbuatan para terdakwa tergolong sadis yaitu telah dengan sengaja dan direncanakan menghilangkan jiwa korban Irwan alias Topan dan Imran. Kemudian para terdakwa berbelit-belit di persidangan.
Sementara hal-hal yang meringankan ke enam terdakwa tersebut tidak ada. Sehingga para terdakwa dihukum seumur hidup penjara.
Berikut link salinan putusan lengkap kasus pembunuhan berencana tersebut : https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/2fdb44c51ab359200cc96443aa4d8724 atau file:///C:/Users/USER/Downloads/PN_Dpu_2018_Pid.B_78_putusan_akhir.pdf
Kasus mutilasi terhadap Irwan alias Topan (23 tahun) dan Imran (14 tahun) yang menggemparkan masyarakat Dompu mulai terkuak pada tanggal 27 Februari 2018 silam, dimana pada saat itu ditemukan potongan tubuh manusia yang sudah membusuk di Dusun ompu Kula, Desa Bara, Kecamatan Woja.
Sementara pembunuhan berencana yang dilakukan 6 kawanan tersebut terjadi pada tanggal 14 Februari 2018. (my).