Dompu (EDITOR News) – Keberadaan situs bersejarah Dorobata di Kelurahan Kandai Satu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat sangat dikhawatirkan eksistensinya, padahal pemerintah sudah menerbitkan aturan tentang perlindungan situs dan cagar budaya yaitu undang-undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, yang menggantikan UU No. 5 Tahun 1992.
Terjadi pertentangan atas program dan kebijakan pemerintah dengan keberadaan situs Dorobata yang konon harus dilindungi, karena saat ini disekitar areal situs Dorobata pemerintah sedang membuat gang, lajur lalu lintas atau perlintasan sempit yang sering kali dipakai oleh pejalan kaki.
Pamong budaya yang menangani tugas pembinaan seni dan budaya pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dompu Dedi Arsyik mengungkapkan dalam areal situs Dorobata ada gang yang mau dirabat, hal tersebut berdasarkan laporan masyarakat.
Menindaklanjuti laporan itu, Dedi bersama Pamong Kepurbakalaan Emi Riswani dan Pamong Atraksi Budaya Fitriah Rafiqah langsung turun meninjau lokasi, Senin (12/09/22).
“Kehadiran kita kesana dalam rangka menindaklanjuti laporan masyakarat,” ucap Dedi.
Hasilnya, posisi gang memang masuk areal situs, dimana gang itu gang lama yang ada di pemukiman penduduk yang mendiami lokasi situs. Prinsipnya terang dia, pihak Dinas Budpar tidak melarang dan tidak juga mengijinkan untuk pembukaan gang itu karena masyarakat yang meminta, dan proyek tersebut juga adalah proyek pemerintah yang tentunya sudah melalui tahapan cek lokasi dan sebagainya.
Dia mengakui, sebelum kroscek lokasi, juga sudah ada pemberitahuan dari Pemerintah Kelurahan kepada masyarakat setempat melalui sekretaris kelurahan bahwa tidak masalah ada pembuatan gang, dan jika sewaktu waktu ada kebijakan mengenai pemeliharaan situs maka masyarakat tidak boleh melakukan protes.
Dari awal sambung dia, sekitar 12 kepala keluarga di wilayah situs sudah melanggar aturan sejak lama. “Sejak kami belum lahir turun temurun sudah didiami sekitar area situs,” kata dia.
Ceritanya, disebelah utara situs itu ada sekitar 12 KK yang bertempat tinggal di dalam area situs, hingga saat ini tanah yang ditempati masih berstatus tanah situs. “Mereka tidak ada bukti sertifikat kepemilikan,” ungkapnya lagi.
Menurut mantan Lurah Kandai Satu ini, harusnya warga yang mendiami lokasi situs itu diupayakan untuk direlokasi bukannya malah diberi kenyamanan, semakin tidak pernah mau pindah orang-orang itu.
Dirinya pun kembali mengulas upayanya dalam menjaga dan melestarikan warisan sejarah dan budaya saat menjabat Lurah, dimana saat itu diusulkan anggaran ke destinasi pariwisata super prioritas (DPSP) Mandalika untuk pembangunan taman budaya sekaligus pembangunan museum, dimana sumber dana itu berasal dari Dinas Permukim senilai Rp.103.000.000.