Oleh : Asyari Usman*
Tokoh kritik terbaik Indonesia, Rocky Gerung, dilaporkan ke Polisi oleh para relawan Prisiden Jokowi. Rocky dituduh menghina Presiden ketika berorasi di depan acara organisasi buruh di Bekasi baru-baru ini.
Ucapan Rocky yang dikatakan menghina Jokowi itu adalah “bajingan yang tolol”.
Benarkah ini menghina? Tentu harus dibuktikan di pengadilan jika Presiden Jokowi sendiri melaporkannya langsung ke Polisi.
Dalam konteks implementasi hubungan sosial-politik dan ketatanegaraan, maka orang harus melihat siapakah sebetulnya yang menghina? Rocky Gerung atau Presiden Jokowi?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita perlu mendudukkan posisi kedua orang yang diasumsikan sedang berperkara itu. Pertama, Rocky Gerung adalah salah seorang dari 270 juta rakyat Indonesia yang harus dimuliakan oleh Presiden Jokowi. Mulia kehidupan ekonominya, mulia martabatnya, dan mulia suasana pikirannya. Inilah tanggung jawab Presiden kepada seluruh rakyat yang di dalamnya ada Rocky Gerung.
Kedua, Presiden Jokowi adalah pemegang otoritas tertinggi yang dilengkapi dengan berbagai instrumen untuk memuliakan seluruh rakyat. Jokowi punya kekuasaan tak terbatas, sumber daya alam yang melimpah, dan dukungan intelektualitas yang serba ada. Artinya, dari segi kelengkapan operasional tidak ada yang kurang.
Pertanyaannya: sudahkah rakyat Indonesia dimuliakan oleh Presiden Jokowi? Sudahkan semua janji untuk memuliakan rakyat itu dipenuhi?
Fakta-fakta material dan non-material menunjukkan Presiden Jokowi belum memuliakan rakyat –termasuk Rocky Gerung. Rocky mungkin saja sudah mulia kehidupan ekonominya. Tetapi, bisa jadi dia belum merasa mulia suasana pikirannya. Dia selalu dirisaukan oleh berbagai ketimpangan dan penyimpangan.
Yang dilakukan Presiden Jokowi malah bertolak belakang dengan kewajiban yang diembannya. Presiden Jokowi mendahulukan kepentingan para pemodal yang akhirnya menjadi para begundal. Dia tidak mementingkan kebutuhan rakyat. Presiden bisa menyediakan uang hampir 3 Triliun setiap hari untuk mencicil utang, tapi hanya melemparkan kaus oblong politik dari jendela mobil dinasnya kepada rakyat yang berkerumun dengan hinanya.
Presiden sibuk membangun dinasti keluarganya, baik dinasti bisnis maupun dinasti kekuasaan. Dia lebih mementingkan legacy atau warisan yang akan ditinggalkannya ketimbang mengurusi pendidikan, kesehatan, dan tempat bernaung rakyatnya. Setengah mati rakyat menggunakan jalan di seluruh pelosok yang sudah rusa berat.
Presiden Jokowi lebih suka membantu China dalam memenuhi kebutuhan energi rakyat mereka ketimbang mencukupi dan memurahkan gas dapur dan listrik rakyat Indonesia. Presiden lebih perhatian pada tambang-tambang batubara dan nikel untuk keperluan China ketimbang keluhan rakyat yang semakin sulit mendapatkan penghasilan yang wajar.